Monday, June 11, 2012

Perbandingan cyber Law (indonesia),Computer Crime Act ( Malaysia),Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)


Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik.Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya.Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik.Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik,pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target.Jika digital signature dapat diakui,maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia.Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking,membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan,masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain,dan masalah privasi.Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan.Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi,ke Transaksi Elektronik,dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik.Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Tujuan Cyber Law di indonesia
l  Melindungi integritas pemerintah dan menjaga reputasi suatu negara.
l  Membantu negara terhindar dari menjadi surga bagi pelaku kejahatan, seperti teroris, kejahatan terorganisasir, dan operasi penipuan.
l  Membantu negara terhindar dari sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil kejahatan cybercrime.
l  Meningkatkan kepercayaan pasar karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha.
l  Memberikan perlindungan  terhadap data yang tergolong khusus (classified), rahasia, informasi yang bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data publik yang dianggap perlu untuk dilindungi.
l  Melindungi konsumen, membantu penegakan hukum,dan aktivitas intelligen.
Computer Crime Act ( Malaysia)
Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia.Tujuan Cyberlaw ini,adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997.
The Malaysia Komunikasi dan Undang-Undang Komisi Multimedia 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
Departemen Energi,Komunikasi dan Multimedia sedang dalam proses penyusunan baru undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi untuk mengatur pengumpulan, kepemilikan, pengolahan dan penggunaan data pribadi oleh organisasi apapun untuk memberikan perlindungan untuk data pribadi seseorang dan dengan demikian melindungi hak-hak privasinya.Undang-undang yang berlaku dimalaysia didasarkan pada sembilan prinsip-prinsip perlindungan data yaitu :
  • Cara pengumpulan data pribadi
  • Tujuan pengumpulan data pribadi
  • Penggunaan data pribadi
  • Pengungkapan data pribadi
  • Akurasi dari data pribadi
  • Jangka waktu penyimpanan data pribadi
  • Akses ke dan koreksi data pribadi
  • Keamanan data pribadi
  • Informasi yang tersedia secara umum.
Lain halnya dengan eropa.
Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)
The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime,di mana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy.Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan perundang-undangan Negara-negara Anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi computer-related crime tersebut,yang mana diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting dalam kejahatan tersebut.
Melengkapi laporan OECD,The Council of Europe (CE) berinisiatif melakukan studi mengenai kejahatan tersebut.Studi ini memberikan guidelines lanjutan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang seharusnya dilarang berdasarkan hukum pidana Negara-negara Anggota,dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara hak-hak sipil warga negara dan kebutuhan untuk melakukan proteksi terhadap computer-related crime tersebut.
Pada perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts on Crime in Cyberspace of the Committee on Crime Problems, yang pada tanggal 25 April 2000 telah mempublikasikan Draft Convention on Cyber-crime sebagai hasil kerjanya( http://www.cybercrimes.net), yang menurut Prof. Susan Brenner (brenner@cybercrimes.net) dari University of Daytona School of Law, merupakan perjanjian internasional pertama yang mengatur hukum pidana dan aspek proseduralnya untuk berbagai tipe tindak pidana yang berkaitan erat dengan penggunaan komputer,jaringan atau data,serta berbagai penyalahgunaan sejenis.Dari berbagai upaya yang dilakukan tersebut,telah jelas bahwa cybercrime membutuhkan global action dalam penanggulangannya mengingat kejahatan tersebut seringkali bersifat transnasional.Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah:
  1. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
  2. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
  3. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan,investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
  4. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
  5. Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.

Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik.Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya.Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik.Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik,pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target.Jika digital signature dapat diakui,maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia.Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking,membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan,masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain,dan masalah privasi.Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan.Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi,ke Transaksi Elektronik,dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik.Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Tujuan Cyber Law di indonesia
l  Melindungi integritas pemerintah dan menjaga reputasi suatu negara.
l  Membantu negara terhindar dari menjadi surga bagi pelaku kejahatan, seperti teroris, kejahatan terorganisasir, dan operasi penipuan.
l  Membantu negara terhindar dari sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil kejahatan cybercrime.
l  Meningkatkan kepercayaan pasar karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha.
l  Memberikan perlindungan  terhadap data yang tergolong khusus (classified), rahasia, informasi yang bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data publik yang dianggap perlu untuk dilindungi.
l  Melindungi konsumen, membantu penegakan hukum,dan aktivitas intelligen.
Computer Crime Act ( Malaysia)
Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia.Tujuan Cyberlaw ini,adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997.
The Malaysia Komunikasi dan Undang-Undang Komisi Multimedia 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
Departemen Energi,Komunikasi dan Multimedia sedang dalam proses penyusunan baru undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi untuk mengatur pengumpulan, kepemilikan, pengolahan dan penggunaan data pribadi oleh organisasi apapun untuk memberikan perlindungan untuk data pribadi seseorang dan dengan demikian melindungi hak-hak privasinya.Undang-undang yang berlaku dimalaysia didasarkan pada sembilan prinsip-prinsip perlindungan data yaitu :
  • Cara pengumpulan data pribadi
  • Tujuan pengumpulan data pribadi
  • Penggunaan data pribadi
  • Pengungkapan data pribadi
  • Akurasi dari data pribadi
  • Jangka waktu penyimpanan data pribadi
  • Akses ke dan koreksi data pribadi
  • Keamanan data pribadi
  • Informasi yang tersedia secara umum.
Lain halnya dengan eropa.
Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)
The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime,di mana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy.Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan perundang-undangan Negara-negara Anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi computer-related crime tersebut,yang mana diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting dalam kejahatan tersebut.
Melengkapi laporan OECD,The Council of Europe (CE) berinisiatif melakukan studi mengenai kejahatan tersebut.Studi ini memberikan guidelines lanjutan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang seharusnya dilarang berdasarkan hukum pidana Negara-negara Anggota,dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara hak-hak sipil warga negara dan kebutuhan untuk melakukan proteksi terhadap computer-related crime tersebut.
Pada perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts on Crime in Cyberspace of the Committee on Crime Problems, yang pada tanggal 25 April 2000 telah mempublikasikan Draft Convention on Cyber-crime sebagai hasil kerjanya( http://www.cybercrimes.net), yang menurut Prof. Susan Brenner (brenner@cybercrimes.net) dari University of Daytona School of Law, merupakan perjanjian internasional pertama yang mengatur hukum pidana dan aspek proseduralnya untuk berbagai tipe tindak pidana yang berkaitan erat dengan penggunaan komputer,jaringan atau data,serta berbagai penyalahgunaan sejenis.Dari berbagai upaya yang dilakukan tersebut,telah jelas bahwa cybercrime membutuhkan global action dalam penanggulangannya mengingat kejahatan tersebut seringkali bersifat transnasional.Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah:
  1. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
  2. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
  3. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan,investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
  4. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
  5. Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.

No comments:

Post a Comment